ads header

Friday, July 21, 2023

Tetangga dan Al Zaytun

0
TETANGGA RUMAH: Rumah bercat abu-abu, kediaman Pak Wasga yang mantan Camat Gantar di Desa Plumbon Indramayu.  

PEKAN lalu saya bertemu mantan Camat Gantar. Namanya Pak Wasga. Anda yang mengikuti berita keriuhan Al Zaytun pasti tahu tentang kecamatan itu. Benar sekali! Kecamatan Gantar di Kabupaten Indramayu merupakan wilayah di mana pondok pesantren pimpinan Panji Gumilang berdiri.

Pak Wasga adalah tetangga dekat orang tua saya. Rumah kami bersebelahan. Di Desa Plumbon, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Letak desa yang terkenal dengan kesenian sandiwaranya itu tak jauh dari kota Indramayu. Hanya perlu waktu sekitar 15 menit menuju kota menggunakan kendaraan bermotor.

Meski orang tua saya tinggal di Indramayu, saya tidak begitu mengenal daerah-daerah di Indramayu. Termasuk Kecamatan Gantar. Saya lebih mengenal daerah-daerah di Majalengka. Maklum, saya menghabiskan masa kecil hingga remaja di Majalengka.

Satu hal, saya tak mungkin melupakan jasa Pak Wasga. Telepon rumah yang beliau miliki menjadi jembatan komunikasi saya dengan orang tua di kampung saat saya merantau studi di Kalimantan Selatan pada tahun 90-an.

Dari orang tua, saya mendapat cerita bahwa Pak Wasga cukup lama menjabat camat. Pada beberapa kecamatan, termasuk camat Gantar. Sudah lima tahun ini Pak Wasga menikmati hidup sebagai pensiunan ASN. Hari-harinya disibukkan dengan bertani.

Selasa (18/07) pagi, saya hampiri beliau yang sedang membawa ember bertali di depan rumahnya. Ember yang akan digunakan untuk mengambil air dari anak sungai di depan rumah. “Biasa, nyiram tanaman,” ucapnya menyambut kedatangan saya.

Kepada saya, beliau memperlihatkan tanaman-tanaman di pekarangan rumahnya. Sebagian besar tanaman berjenis buah-buahan. Ada mangga gedong gincu, jambu air, sirkaya, jeruk, dan tanaman jenis buah lainnya.

“Bagaimana, stek entres mangga gedong gincunya berhasil tidak?” tanya beliau kepada saya. Dua tahun lalu, saya sempat meminta beberapa entres mangga gedong gincu untuk dibawa ke Balikpapan. Sayang, uji coba stek entres mangga gedong gincu menggunakan media tanam buah pisang dan lidah buaya yang saya lakukan belum berhasil. Entresnya sudah tidak segar lagi karena terlalu lama di perjalanan.

Sembari duduk di jembatan, obrolan saya belokan ke Al Zaytun. Meski sudah pensiun dan menetap di desa Plumbon, Pak Wasga masih sering wira-wiri ke Gantar. Aset miliknya berupa sawah dan usaha pembuatan batu-bata di Gantar sesekali harus ditengok.

“Tetapi usaha batu-batanya sudah tutup. Bangkrut!” ucapnya lalu bercerita kebangkrutannya disebabkan orang yang menjadi kepercayaannya sering menjual batu-bata dan tidak melaporkannya.

Selama menjadi camat Gantar pada 2006-2009, Pak Wasga cukup intens berkomunikasi dengan Panji Gumilang. Kesan Al Zaytun sebagai pondok pesantren yang tertutup juga ia rasakan.

Awal menjabat, ia dipusingkan dengan banyaknya warga Al Zaytun yang mengurus KTP secara kolektif. Pengurusan KTP secara kolektif tersebut datang secara bergelombang. Tanpa prosedur. Sudah berlangsung sebelum dirinya menjabat camat.

“Era saya menjadi camat, saya mewajibkan pengurusan KTP harus mengikuti aturan. Harus ada surat pindah dan pemohon KTP harus datang sendiri. Setelah kewajiban itu diterapkan, warga Al Zaytun yang mengurus KTP mulai berkurang,” ujar Pak Wasga.

Ia menengarai dugaan penggelembungan suara pada Pemilu Presiden 2004 di Al Zaytun salah satunya bersumber dari penerbitan KTP non-prosedural tersebut.

Pada Pemilu 2009 saat dirinya menjabat camat, ia harus berurusan dengan Panji Gumilang. Saat itu, ia bermohon agar Ponpes Al Zaytun dengan fasilitas yang dimiliki menjadi TPS. Namun, permohonan tersebut lambat direspons. Sehari menjelang pemungutan suara, Panji Gumilang baru menyatakan bersedia.

“Kami semua kalang-kabut. TPS di Al Zaytun baru dipersiapkan malam hari sebelum Pemilu,” cerita Pak Wasga.

Pak Wasga mengakui bahwa aset berupa lahan yang dimiliki Al Zaytun sangat luas. Terhampar di tiga kecamatan yakni Gantar, Kandanghaur, dan Haurgeulis. Konon, Al Zaytun akan membangun akses jalan yang menghubungkan aset-asetnya di tiga kecamatan tersebut.

Dengan uang berlimpah yang dimiliki, Al Zaytun melalui Panji Gumilang membeli tanah-tanah warga dengan harga di atas pasaran. Proses jual beli lahan antara masyarakat dan Al Zaytun dilakukan melalui notaris tanpa melalui camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).

“Karena harga belinya di atas harga pasaran, banyak warga yang rela melepas lahannya untuk dijual ke Al Zaytun,” kata Pak Wasga.

Kedekatan Panji Gumilang dengan pejabat tinggi TNI dan Polri tidak ditampiknya. Ia sempat terkejut ketika melihat pengamanan khusus oleh korps elit TNI ketika Panji Gumilang mendatangkan sapi-sapi dari Australia untuk usaha peternakan Al Zaytun.

Pak Wasga masih mengingat pembicaraannya dengan Panji Gumilang. Saat kecamatan yang dipimpinnya menjadi tuan rumah penyelenggara MTQ tingkat kabupaten, ia bermaksud meminjam beduk ke Al Zaytun. Namun, niat tersebut urung dilakukan.

“Ketika saya sampaikan kecamatan Gantar akan menjadi tuan rumah MTQ, Pak Panji menyeletuk. Dia bilang mengaji kok dilombakan. Kata beliau, yang seharusnya dilombakan itu olahraga. Mendengar itu, saya urung menyampaikan meminjam beduk,” cerita Pak Wasga.

Komunikasi Pak Wasga dengan Panji Gumilang semakin intens setelah mantan Bupati Indramayu dua periode Irianto Mahfud Sidik Syafiudin alias Yance “ngambek” kepada Panji Gumilang.

Setelah menghadiri acara penggalangan dana di Al Zaytun dan nominal yang disumbangkan dinilai Panji Gumilang terlalu sedikit, Yance tampaknya merasa tidak enak hati. Setelah itu, undangan-undangan dari Al Zaytun tak pernah lagi dihadiri.

“Menurut saya memang cukup keterlaluan. Wajar jika Pak Yance tersinggung. Di hadapan orang banyak, Pak Panji menyindir nilai sumbangan Bupati Yance terlalu sedikit,” tutur Pak Wasga menceritakan apa yang disampaikan Bupati Yance kepada dirinya.

Nah, karena “ngambeknya” itu, Bupati Yance kemudian selalu menugaskan Pak Wasga untuk menghadiri acara-acara di Al Zaytun. Dari kehadiranya di acara-acara Al Zaytun, sedikit-banyak ia mengetahui tentang “dalaman” Al Zaytun.

Al Zaytun diakuinya memang “wah”. Pendidikan di Al Zaytun terintegrasi mulai jenjang dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan Ma’had Al Zaytun telah memiliki Fakultas Kedokteran.

“Tetapi ketika saya tanya di mana mahasiswa kedokterannya, mereka selalu berdalih sedang di luar melakukan penelitian. Jadi, saya belum pernah melihat langsung mahasiswanya,” ujar Pak Wasga.

Dari cerita yang beredar, tutur Pak Wasga, ada semacam pengkondisian terhadap santri-santriwati agar terus bertahan melanjutkan pendidikannya di Al Zaytun. Jika tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya, Al Zaytun akan menahan ijazah atau surat keterangan pendidikan lainnya.

“Cerita yang saya dengar seperti itu, tapi masih perlu diverifikasi benar atau tidaknya,” ucapnya.

Sebagai warga Indramayu, Pak Wasga menilai kontroversi pernyataan-pernyataan yang dilontarkan Panji Gumilang sudah sangat meresahkan masyarakat Indramayu. Karena itu, ia berharap langkah cepat harus segera dilakukan oleh pemerintah dan aparatur hukum dalam menyelesaikan perkara Al Zaytun.

Aja lawas-lawas. Kudu gercep (Jangan lama-lama. Harus gerak cepat),” kata Pak Wasga yang tetangga sebelah rumah itu. (*)

Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: