ads header

Monday, May 13, 2019

Bahagia Sederhana KPPS

1
SUPER TEAM: Penulis (batik biru) bersama anggota KPPS TPS 029 Batu Ampar.


DEBAT emosional tersaji. Pada layar bening 7 Mei 2019. Adu mulut antara dr Ani Hasibuan dan politikus PDIP Adian Napitupulu. Bersilang pendapat tentang kematian ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).


Ani mempertanyakan penyebab kematian petugas KPPS. Dokter spesialis syaraf itu akan melakukan investigasi lanjut atas peristiwa ini. Tegas Ani menyatakan tidak ada kematian akibat faktor kelelahan. Adian berkeberatan atas pernyataan Ani. Bahwa tugas KPPS hanya sekadar tukang catat.

Saya yang menonton debat panas itu juga terseret dalam pusaran emosional. Maklum, pada pemilu 2019, saya terlibat secara langsung sebagai relawan.  Pertama sebagai relawan demokrasi (Relasi) KPU Kota Balikpapan. Kedua sebagai Ketua KPPS. Tentu saya berduka terhadap sejawat KPPS di tanah air yang telah berpulang. Tidak menyangka jumlah korban meninggal hingga mencapai 469 petugas.

Saya bersyukur bisa menjalankan tugas kepemiluan pada tingkatan terbawah (baca: KPPS) dengan baik. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan berjalan lancar. Semua anggota KPPS dan petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) dalam keadaan sehat. Alhamdulillah.

Saya menangkap perdebatan panas itu mencakup tiga permasalahan utama. Pertama, tentang syarat menjadi anggota KPPS--termasuk di dalamnya mengenai kesehatan calon anggota KPPS. Yang kedua mengenai tupoksi KPPS. Ketiga berkaitan dengan teknis pemungutan dan perhitungan suara. Tiga poin itu yang akan saya uraikan di sini.

Harus dikatakan secara jujur, tidak ada syarat khusus untuk menjadi anggota KPPS. Ketua RT-lah yang memiliki peran penting dalam menentukan calon anggota KPPS. Tidak heran apabila dari pemilu ke pemilu, ditemukan adanya  petugas KPPS yang tak pernah berganti. Ini hanya satu contoh. Namun, regenerasi petugas KPPS juga diperlihatkan pada sejumlah TPS di Kota Balikpapan. Di Kelurahan Batu Ampar, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur misalnya, pada satu TPS diketahui seluruhnya petugas baru yang belum memiliki pengalaman kepemiluan.

Pada suatu kesempatan berdiskusi dengan komunitas Blogger Balikpapan, mereka menyuarakan agar petugas KPPS merupakan perpaduan antara yang tua dan yang muda. Kombinasi generasi tua berpengalaman dan generasi milenial.
“Pemilih muda itu maunya cepat. Kalau petugas KPPS-nya tua dan lelet, mereka yang sudah datang ke TPS bisa nggak jadi memilih,” ujar Rijal, anggota Komunitas Blogger Balikpapan.

Saya sepakat. Idealnya petugas KPPS merupakan kombinasi antara mereka yang sudah berpengalaman dalam kepemiluan dan tenaga muda. Syarat lain yang perlu mendapat perhatian KPU adalah syarat minimal pendidikan. Idealnya berpendidikan minimal SLTA/sederajat.

Benar bahwa kesehatan calon anggota KPPS menjadi prasyarat. Namun faktualnya, selembar surat keterangan sehat yang menjadi prasyarat itu tanpa melalui pemeriksaan detil. Bahkan pada PPS tertentu, syarat kesehatan tersebut dibuat sendiri oleh calon anggota KPPS. Berupa surat pernyataan sehat bermaterai. Toleransi surat pernyataan sehat bermaterai diberikan kepada calon anggota KPPS berstatus pegawai/karyawan yang tidak sempat mengurus surat keterangan sehat.

Secara tupoksi, tugas utama KPPS adalah menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara. Sebelum hari-H pemilu, kegiatan yang dilakukan KPPS adalah menyampaikan tempat dan waktu pemungutan suara; mendistribusikan surat undangan kepada pemilih, penerimaan logistik, dan penyiapan TPS.

Kegiatan pra-pemilu yang cukup menyita waktu yakni pendistribusian surat undangan memilih (formulir C-6). Sesuai ketentuan, formulir C-6 sudah harus disampaikan kepada pemilih selambatnya tiga hari sebelum hari-H pemilu. Tidak semua KPPS mampu memenuhi target pendistribusian surat undangan. Bergantung pada jumlah daftar pemilih tetap (DPT), juga faktor geografi dan sebaran pemilih. Pada setiap tahapan tersebut, kami berbagi tugas. Kegiatan lain yang cukup menyita waktu sudah tentu penyiapan TPS, terkhusus TPS terbuka.

Bagi saya yang sudah terlibat dua kali dalam penyelenggaraan kepemiluan, semua tahapan pemilu 2019 berjalan lancar-lancar saja. Baik-baik saja. Dua kali penyelengaraan pemilu yakni Pilgub Kaltim 2018 dan Pemilu 2019, kami menggunakan TPS ruang tertutup.

Penyelenggaraan pemilu 2019 yang nyaris tanpa kendala  di TPS kami ditunjang oleh kecakapan dan soliditas tim KPPS. Latar belakang pendidikan anggota KPPS di TPS kami didominasi berpendidikan sarjana. Seluruh anggota KPPS juga telah memiliki pengalaman dalam penyelenggaraan pemilu.

Bayang-bayang pemilu 2019 adalah pemilu yang rumit hanyalah bayangan semata. Sejatinya pemilu 2019 tidak berbeda dengan pemilu legislatif 2014. Hanya bertambah satu pemilu yakni pilpres. Pemahaman terkait teknis pemungutan dan penghitungan suara juga sudah disampaikan saat bimbingan teknis.

Ketika KPPS terbentuk, kami segera melakukan konsolidasi. Memutuskan pembagian tugas KPPS dan linmas. Menjelaskan tupoksi masing-masing KPPS dan linmas. Hingga melakukan simulasi pemungutan dan penghitungan suara. Ending-nya meleset. Kami memprediksi selambatnya pukul 01.00 penghitungan suara dan pencatatannya telah selesai. Prediksi itu ternyata meleset hingga pukul 05.00.

Molornya waktu penyelesaian penghitungan suara disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya adanya penambahan jumlah pemilih, yakni pemilih pindahan dan pemilih khusus. Lembar surat suara pemilu legislatif  yang cukup besar ternyata cukup memakan waktu saat pencoblosan. Waktu pemungutan suara yang semestinya telah dihentikan pada pukul 13.00 akhirnya meleset. Penyebabnya, masih banyak pemilih terdaftar dan sudah berada di TPS belum melakukan pencoblosan.

Hal teknis lain yang dijumpai saat penghitungan suara adalah ketidakjelasan tanda coblosan pada surat suara. Menelisik tanda coblosan pada surat suara pemilu legislatif yang cukup lebar memerlukan kejelian. Dan ini sangat memakan waktu. Terlebih penghitungan dilakukan pada tengah malam hingga dini hari, di saat kondisi fisik sangat lelah.

Antisipasi berkaitan dengan pencatatan hasil penghitungan dan salinan formulir C-1 telah kami lakukan. Caranya dengan menggandakan formulir C-1 dan menandatanganinya terlebih dahulu sebelum hari-H pemilu. Ini dilakukan karena kami menyadari penyalinan formulir C-1 untuk pilpres, DPD, dan DPR/D sangat menyita waktu. Setelah menyalin C-1 Plano pada C-1 berhologram, selanjutnya harus membuat salinan kembali untuk diberikan kepada saksi dan penyelenggara pemilu (PPS, PPK, KPU).

Sebagai contoh, formulir C-1 berhologram DPRD Provinsi yang berjumlah 6 lembar harus kembali dicatat pada salinan dan pada setiap lembarnya harus ditandatangani petugas KPPS dan saksi.  Satu bundel  formulir C-1 yang berjumlah 6 lembar tersebut harus disalin sebanyak 19 salinan untuk diberikan kepada saksi dan penyelenggara pemilu (PPS, PPK, KPU).

Tidak menutup kemungkinan, ketidakpahaman petugas KPPS terkait teknis pemungutan dan penghitungan suara akibat instruksi yang berubah-ubah. Mungkin juga akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pindah memilih dan perlakuan pemilih dengan e-KTP yang kurang dipahami oleh KPPS sebagai pelaksana pemilu.

Pada akhirnya, saya hanya ingin mengatakan bahwa bahagia sederhana KPPS itu manakala petugas KPPS tidak perlu hadir kembali saat pleno di tingkat PPK akibat kesalahan teknis pemungutan, penghitungan dan pencatatannya. Kelelahan yang amat sangat ini cukup berakhir di TPS saja. Kepada TPS lain yang harus dilakukan penghitungan ulang, bahkan pemungutan suara ulang, kami men-support agar tetap semangat.

Kami yakin, lebih banyak petugas KPPS yang berintegritas dibandingkan oknum petugas KPPS yang mencederai demokrasi. (*/penulis adalah Ketua KPPS TPS 029 Kelurahan Batu Ampar, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur)
Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca