ads header

Sunday, August 5, 2018

Hukum Islam Hukum yang Hidup

0


DISKUSI HUKUM: Prof. Yusril Ihza Mahendra berdiskusi tentang permasalahan hukum di Gedung Biru Kaltim Post.

PERDEBATAN sengit tentang fatwa-fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendapat atensi dari pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Yusril mengaku telah memberikan pendapat hukum kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian terkait permasalahan tersebut. 


Menurut Yusril, banyak pakar hukum termasuk Prof Mahfud MD hanya mengkaji fatwa MUI berdasarkan ilmu hukum konvensional. Hukum Islam selalu dipertanyakan pada kutub Ius Constitutum (Hukum yang berlaku di masa sekarang) atau Ius Contituendum (Hukum yang dicita-citakan). Pendapat banyak orang, kata Yusril, hukum Islam dapat dikategorikan sebagai Ius Contituendum. Karena itu, hukum Islam tidak berlaku, bisa diabaikan, dan tidak bisa menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan kaidah-kaidah hukum Islam. 

“Ini pendapat hampir semua orang, tapi saya punya pendapat berbeda,” kata Yusril saat berkunjung ke Gedung Biru Kaltim Post Group sepekan lalu. 

Menurut Yusril, hukum Islam tidak dapat dimasukan pada kategori keduanya. Sebab hukum Islam merupakan the living law atau hukum yang hidup di tengah masyarakat Indonesia. “Hukum Islam sejalan dengan kesadaran hukum masyarakat, ada di dalam hati dan pikiran masyarakat, dan menjadi pembimbing prilaku masyarakat,” kata Yusril. 

Menurut Yusril, sumber hukum Islam adalah Islam itu sendiri. Hukum Islam sudah ada selama berabad-abd dan telah menjadi hukum yang hidup yang di tengah masyarakat.

“Ada atau tidak ada negara, hukum Islam akan berjalan sendiri. Menurut saya hukum Islam perlu diangkat menjadi hukum positif dan menjadi public law yang harus di-enforcement (dilaksanakan) oleh negara,” kata Yusril. 

Yusril berpandangan bahwa persoalan hukum saling terkait dengan persoalan-persoalan lain. Hukum adalah persoalan yang kompleks dan rumit sehingga diperlukan pendekatan dari berbagai keilmuan. 

"Yang jarang dipelajari orang adalah keterkaitan hukum dan filsafat. Hukum adalah suatu norma yang bergantung prilaku manusia sehingga bersifat imperatif. Ada norma moral, norma sopan santun. Semua bergantung pada penerimaan masyarakat,” urai Yusril.

Karena permasalahan hukum yang kompleks dan rumit itu, Yusril juga belajar ilmu filsafat selain ilmu hukum. Menurut Yursil, norma moral berkaitan dengan perbuatan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Sedangkan norma hukum lebih konkret dan tegas. 

“Manakala hukum Islam kemudian diangkat menjadi hukum positif, itu adalah persoalan lain. Berbeda dengan fatwa. Konteks fatwa terhadap masalah-masalah yang memerlukan kejelasan,” kata Yusril.

Menurut Yusril, fatwa tidak masuk padas saknsi, hanya berbicara kategori dan kualifikasi hukum semisal halal atau haram, makruh atau mubah. Berbeda dengan negara Malaysia di mana fatwa Mufti bersifat mengikat. “Mufti di Kelantan pernah mengeluarkan fatwa asuransi jiwa haram hukumnya,” ujarnya. 

Kembali pada konteks hukum, menurut Yusril permasalahan hukum sangat terkait dengan masalah hukum itu sendiri, budaya, dan politik. Tugas negara harus mengangkat kesadaran hukum yang hidup di tengah masyarakat. Kesadaran hukum harus diangkat menjadi hukum positif yang sesuai kebutuhan zaman. 

Yang membuat Yusril prihatin, penegakan norma hukum, penafsiran hukum, dan penerapan hukum semakin hari semakin sarat kepentingan. Terutama yang berkaitan dengan hukum pidana korupsi. “Orang dicari-cari kesalahannya. Yang repot lagi, dibuat-buat kesalahannya,” ujarnya.

Penasihat Hukum Dahlan Iskan itu lantas menjelaskan teori hukum Islam menurut Imam Gazali. “Norma hukum yang bertentangan dengan norma moral tidak layak dianggap sebagai norma hukum. Dan norma moral yang tertinggi adalah keadilan. Ini teori islam,” pungkas Yusril. (jid)
Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: