ads header

Sunday, August 5, 2018

Senandung Salawat Cahaya Bintang Sembilan

0



Hadrah berkembang menjadi tradisi lokal di sejumlah daerah. Biasanya dihadirkan pada ritual-ritual keagamaan dan perkawinan. Pun di Kota Balikpapan.


ENAM belas pria berbaju putih duduk bersimpuh di atas panggung membentuk formasi huruf U. Tangan masing-masing mereka menggenggam rebana. Di depan mereka, empat pria lainnya dengan balutan jas memegang mikrofon. Mereka sibuk melantunkan salawat dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Paduan dinamis iringan rebana dan vokalisnya kembali terdengar ketika syair Nahdlatul Ulama dilantunkan. 

Tahun 26 laire NU | Ijo-ijo benderane NU | Gambar jagad simbole NU | Bintang songo lambange NU.

Mereka adalah anggota Grup Hadrah Cahaya Bintang Sembilan. Kelompok hadrah bentukan Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC-NU) Balikpapan Selatan itu tampil pada acara Harlah ke-91 Nahdlatul Ulama di Gedung Dome, Jumat (3/2) malam. 

Harlah ke-91 NU gawe MWC-NU Balikpapan Selatan menjadi istimewa karena dihadiri Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin. Jemaah tumplek-blek memenuhi gedung Dome. Penampilan Kelompok Hadrah Cahaya Bintang Sembilan mampu memberi warna pada kegiatan pengajian dan istighotsah qubro tersebut.

“Kelompok Hadrah Cahaya Bintang Sembilan baru dibentuk dua bulan lalu. Dengan segala keterbatasannya, keberadaannya kita launching saat peringatan Harlah ke-91 NU,” kata Ustaz Ngusman, Ketua Panitia Pelaksana Harlah NU Kecamatan Balikpapan Selatan.

Dibentuk di bawah payung MWC-NU Balikpapan Selatan, nama kelompok hadrah mengambil unsur lambang NU. “Bintang Sembilan melambangkan jumlah wali sanga,” jelas Ngusman.

Ngusman mengatakan NU juga memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian islami. Terlebih lagi syiar Islam oleh wali sanga di Indonesia dilakukan melalui pendekatan budaya dan kesenian. “Islam bisa masuk ke Indonesia karena pendekatan budaya, bukan doktrin,” kata Ngusman.

Melalui kesenian hadrah dan qasidah, NU juga memiliki misi untuk menangkal persepsi umat yang menganggap salawat sebagai amalan bid’ah. Menurut Ngusman, salawat seperti al-fatih, nariyyah dan sejenisnya merupakan simbol bacaan kaum muslim yang berusaha menunjukkan kecintaan kepada nabi. 

“Perlu dipahami, kalimat-kalimat salawat tercipta melalui bahasa hati. Terangkum sebagai luapan kecintaan para ulama yang mengarangnya terhadap rasul,” ujarnya.

***
Hadrah merupakan kesenian asal Arab. Dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara, kesenian dan budaya Arab ikut terbawa dan dipelajari oleh masyarakat setempat. Kesenian Islami tersebut kemudian berakulturasi dengan budaya setempat dan berubah menjadi berbagai macam jenis musik. Tak banyak keterangan yang jelas mengenai kapan masuknya musik hadrah ke Tanah Air.

Namun, sejumlah literatur menyebutkan masuknya hadrah yang juga dikenal sebagai musik terbangan (bahasa Jawa dari rebana) tak lepas dari sejarah perkembangan dakwah Islam para Wali Sanga. Pada masa itu, hampir setiap tahun sesudah pertemuan para wali, di serambi Masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi, yang diramaikan dengan rebana menurut irama seni Arab. Penggunaan rebana tersebut diadopsi oleh Wali Sanga dengan kebiasaan di daerah asal Wali Sanga tersebut.

Saat itu, fungsi seni hadrah tidak hanya sekadar hiburan bagi masyarakat, melainkan telah menjadi sarana berzikir kepada Allah dengan lantunan-lantunan pujian kepada Sang Pencipta Alam dan Rasul-Nya. Tidak hanya itu, seni hadrah juga telah menjadi perekat hubungan (ukhuwah islamiyah) antar-kelompok masyarakat Islam. Tidak jarang, ratusan hingga ribuan orang berkumpul untuk melantunkan shalawat dan kalimat thoyyibah dengan tujuan mempererat di antara mereka.

Hadrah bahkan telah menjadi tradisi bagi kalangan Nadhliyin. Seni hadrah adalah bagian dari sejarah dan perkembangan Nahdlatul Ulama. "Hadrah terus berkembang dan menjadi media dakwah yang bermakna bagi Nahdlatul Ulama," ujar Ngusman.

Hadrah, kata Ngusman, adalah bagian seni dan sarana dakwah serta syiar Islam yang menguatkan ajaran ahlussunah waljamaah berdasar tradisi masyarakat. NU adalah tempat tumbuh dan berkembangnya tradisi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. 

"Tradisi yang tumbuh di masyarakat diberi warna sentuhan agama. Nilai bersama nilai agama di pesantren sebagai pusat pendidikan dan seni menjadi kekuatan moral dan kultural," kata Ngusman.

Hadrah juga semakin berkembang di Kota Balikpapan. Kesenian hadrah menjadi kesenian yang selalu hadir dalam acara-acara pernikahan, peringatan hari besar Islam, atau festival budaya daerah.

“Anggota Kelompok Hadrah Cahaya Bintang Sembilan semuanya belajar secara otodidak. Masih banyak kekurangannya, terutama alat musik pendukungnya,” ujar Ngusman sembari menyebutkan kelompok hadrah ini kerap berlatih di Masjid Al Fallah Villa Damai dan Perum Balikpapan Regency. (jid)
Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: