ads header

Tuesday, February 20, 2018

Medan Kedua Kolonel Tjutjup

0



KETIKA wali kota belum dipilih secara langsung, Wali Kota Balikpapan Syarifudin Yoes sudah mengincar Kolonel Inf Tjutjup Suparna sebagai calon penggantinya. Pilihan itu bahkan sudah dipikirkan saat Tjutjup masih menjabat Komandan Kodim Balikpapan. Pilihan Yoes terbukti benar. Tjutjup mampu melanjutkan pembangunan kota ini dengan baik. Tjutjup pula yang mencetuskan semboyan “Balikpapan Kubangun, Kujaga, Kubela”.


Setelah 10 tahun memimpin Balikpapan (1991-2001), Tjutjup ikut berperan atas terpilihnya Imdaad Hamid sebagai penerus. Dia sudah mengenal kinerja Imdaad dengan sangat baik. Calon yang dikadernya itu adalah sekretaris kota (sekkot) Balikpapan saat Tjutjup menjabat wali kota.

Jika kemudian Tjutjup menjadi loyalis sekaligus pengagum Pak Yoes, mantan wakil komandan batalyon di medan tempur Timor-Timur itu memiliki alasan khusus. Bagi Tjutjup, Pak Yoes adalah sang guru. Gaya taktis kepemimpinan Pak Yoes menular kepada dirinya sebagai sang penerus. Bila Pak Yoes mendapat penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Kota Balikpapan, menurut Tjutjup penghargaan tersebut sangatlah laik.

“Saya tidak mengkultuskan Pak Yoes. Pak Yoes adalah peletak pembangunan Kota Balikpapan. Saya cuma penerus,” kata Tjutjup.

Menurut Tjutjup, pemberian penghargaan Bapak Pembangunan Kota Balikpapan tidak bisa diberikan tanpa tolok ukur yang jelas. Siapapun yang memiliki uang pasti bisa membangun apa saja. “Jika indikatornya seperti itu, akan banyak sekali bapak pembangunan,” ucapnya.

Tjutjup memahami setiap masa memiliki medan permasalahan yang berbeda. Pun saat dirinya menjabat sebagai Wali Kota Balikpapan selama dua periode (1991-2001). Berlatar belakang tentara, gaya kepemimpinan militer yang tegas dan disiplin mewarnai leadership Tjutjup. 

Pada masa pemerintahan Syarifudin Yoes lah dicanangkan motto Beriman (Bersih, Indan, Aman dan Nyaman) bagi Kota Balikpapan. Saat itu, berbagai kota tengah berlomba membuat motto bagi kotanya. Misalnya Kota Bandung dengan Berhiber (Bersih, Hijau dan Berbunga) dan Kota Samarinda dengan Tepian-nya. “Motto Beriman Kota Balikpapan sama dengan motto Kota Bogor,” cerita Tjutjup.

Motto Beriman kemudian diterjemahkan oleh Tjutjup secara implementatif. Beriman dalam perspekstif relijius dan Beriman secara fisik terhadap Kota Balikpapan. “Dengan kata-kata itu, saya berupaya semaksimal mungkin untuk menerjemahkan Beriman untuk kota dan untuk manusianya. Ini tidak ada ilmunya. Ketemu sambil jalan saja,” ujarnya.

Menerjemahkan Beriman secara fisik adalah yang terberat. Tjutjup mengenang betapa kondisi jalan di depan kantor wali kota pada saat itu masih acak-acakan dipenuhi lumpur. Perbaikan jalan secara bertahap dilakukan oleh anggota TNI AU kemudian Puskopad Kodam membangun trotoar. “Dulu saya selalu bilang kepada wartawan, silakan tulis apa saja asalkan yang bagus-bagus saja,” ucap Tjutjup tergelak.

Dengan kondisi infrastruktur Kota Balikpapan yang masih alakadarnya, Tjutjup selalu membawa sekop di dalam mobil dinasnya. Sekop yang selalu ada di dalam mobilnya itu memiliki cerita. Ini berawal saat dirinya menjabat wadanyon di Timor-Timur. Sebagai wadanyon, Tjutjup mendapat fasilitas mobil dinas Jeep CJ-7. Kebiasaan membawa sekop di dalam mobil saat menjabat wadanyon tetap dilakukannya setelah menjabat Wali Kota Balikpapan. “Kalau mau berangkat kerja selalu membawa sekop, supaya tidak menyusahkan rakyat,” ucapnya mengenang. 

Heterogenitas Kota Balikpapan selalu menjadi perhatian kepemimpinan Tjutjup. Dia tidak pernah menyoal asal daerah warga asalkan dapat menunjukkan identitas diri sebagai warga Kota Balikpapan. Karenanya, semua warga harus menjadi benteng bagi Kota Balikpapan. Termasuk para sopir angkutan kota. Tjutjup selalu berusaha berkomunikasi secara rutin kepada para sopir angkot. Mulai dari hal-hal kecil yang diperlukan para sopir. Menurut Tjutjup, pemberian bernilai kecil kepada para sopir angkot tidak ada apa-apanya dibandingkan hasil yang didapatkan.

“Ada yang bertanya, mengapa sopir angkot yang sebagian besar asal Makassar bisa tertib di Kota Balikpapan. Saya bilang ini hanya soal cara pendekatan saja,” ucapnya.

Budaya malu juga selalu ditekankan oleh Tjutjup kepada warga. Soal kebersihan misalnya, dahulu ada tim pemburu pembuang sampah dari dalam mobil. “Sampai sekarang, saya masih comel untuk urusan kebersihan. Saya malu kalau lingkungan di sekitar rumah mantan wali kota tidak nyaman,” ucap warga perumahan Balikpapan Baru itu.

Urusan kewenangan penanganan infrastruktur antara provinsi dan pemerintah kota mampu diselesaikan secara taktis oleh Tjutjup pada masanya. Tjutjup teringat pada persoalan jembatan patah yang menjadi tanggung jawab provinsi. Dia lantas menantang kepala dinas PU untuk menyelesaikannya. 

“Saya tidak mau tahu, pokoknya harus diselesaikan. Kalau sampai ada warga yang terjatuh dari jembatan, saya tidak mau dituntut di pengadilan. Saya minta cari siapa penanggung jawabnya,” ucapnya.

Perlahan namun pasti, gaya taktis kepemimpinan Tjutjup mulai memperlihatkan perubahan-perubahan pada kota ini. Perbaikan penataan kota dan transportasi mulai kerap mendapat pujian. Mantan Gubernur Kaltim HM Ardans seringkali meminta kepada kepala daerah lain agar cukup belajar ke Kota Balikpapan tentang berbagai hal. 

“Saya jadi malu sendiri kalau Pak Ardans sudah ngomong begitu kepada kepala daerah lain di Kaltim,” ujar Tjutjup mengenang.

Bagi Tjutjup, HM Ardans bukan sekadar atasannya sebagai gubernur. Lebih dari itu, dia telah menganggapnya seperti bapak sendiri. Tatkala HM Ardans akan bertolak ke luar kota melalui Kota Balikpapan, segala keperluan sang atasan selalu menjadi perhatiannya. Hingga pada hal-hal kecil. Tjutjup tak mau atasannya mengalami kesulitan saat berada di “rumahnya”. 

“Saya harus menyiapkan apapun yang menjadi keperluan Pak Ardan. Mulai dari majalah, sampai jarum. Bagi saya memberikan pelayanan terbaik kepada tamu menjadi bagian dari tupoksi wali kota,” ucapnya.

Tjutjup merasa beruntung memiliki sekretaris daerah hebat bernama Imdaad Hamid. Apa yang dikerjakan Imdaad Hamid tak pernah melampaui kewenangan dirinya sebagai wali kota. “Wali kota dan sekda adalah dua menjadi satu,” ujarnya.

Pada masa pemerintahan Tjutjup semboyan “Kubangun, Kujaga, Kubela” tercetus. Berdiri di hadapan tokoh masyarakat dan mahasiswa, dia menyampaikan bahwa motto tersebut juga cocok bagi keluarga. “Keluarga harus dibangun, dijaga, dan dibela. Semboyan ini nemu sambil jalan. Niat saya bagaimana kota ini jadi hebat. Itu saja,” ucapnya.

Setiap kali dihadapkan pada persoalan, Tjutjup selalu melakukan ekspose kepada publik. Ini penting dilakukan agar masyarakat tahu bahwa pemerintah tidak berdiam diri dalam menyikapi setumpuk permasalahan.

“Taktis itu harian. Semua harus digarap. Permasalahan masyarakat digarap satu per satu,” ujarnya. 

Dengan merendah, Tjutjup mengatakan bahwa dirinya tidak terlalu pintar. Yang pintar adalah para staf-nya saat dirinya menjabat wali kota. Dia berupaya memosikan dirinya di tengah.

“Saya bukan bos. Saya manajer yang mampu memanfaatkan lingkungan. Ibarat olahraga, saya adalah pemain volley. Sehebat apapun smasher, dia tidak akan bisa memukul tanpa pengumpan yang baik. Saya pemukul yang miliki pengumpan yang baik. Kunci sebagai pemimpin itu harus ikhlas. Memberikan motivasi adalah syarat mutlak. Yang kedua kepedulian,” pungkasnya berpetuah tentang kepemimpinan. (jid)
Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: