ads header

Monday, September 12, 2016

Puisi Caleg Pak Beye

0
SILATURAHMI: Penulis bersama Presiden SBY di Hotel Shangrila Surabaya.



SUDAH lama kado berupa buku dari Presiden SBY itu hanya tergeletak di lemari. Saya malas membacanya karena buku-buku yang dijadikan souvenir saat pertemuan Pemred Jawa Pos Grup dengan SBY di Hotel Shangrila Surabaya, 3 September 2007 lalu, lebih banyak berisi program-program pemerintahan.

Beberapa buku itu diantaranya tentang Program Pro-Rakyat; Kebijakan Pembangunan; Strategi, Kebijakan dan Implementasi Presiden SBY; Dua Tahun Pemerintahan SBY; sampai pidato SBY saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Belum satu bukupun dari judul-judul di atas yang saya baca.

Namun ada satu buku ringan tulisan SBY yang mendorong saya untuk membawanya dalam perjalanan pulang kampung menghadiri pernikahan adik bungsu saya, dua pekan lalu. Buku itu berjudul “Taman Kehidupan”. Buku berisikan kumpulan puisi karya SBY.

Di bagian pengantar, KH Mustofa Bisri alias Gus Mus memberikan catatan khusus tentang kumpulan puisi SBY itu. Gus Mus memberikan apreasiasinya terhadap petinggi negara yang akrab dengan dunia sastra.

Kata dia, petinggi negeri dan politisi, khususnya di negeri ini, boleh jadi termasuk makhluk yang sulit dibayangkan hubungannya dengan karya sastra. Lebih sulit lagi membayangkan berpuisi. Apalagi memuisi.

Kalau akhir-akhir ini ada ada pejabat baca puisi, biasanya sekadar mengikuti tren untuk meramaikan suatu acara tertentu. Bagi Gus Mus, keakraban sang jendral dengan puisi merupakan sebuah kejutan.

Pada antologi puisi yang diberi judul “Taman Kehidupan”, SBY tidak hanya berbicara tentang “dunia” nya saat ini, tapi juga tentang kemanusian, reformasi, bahkan tentang politisi busuk.

Ada satu puisi SBY yang membuat saya mesam-mesem sendiri. Puisi yang dibuatnya itu sangat pas dengan masa ketika para calon anggota legislatif (caleg) sedang sibuk mendaftarkan diri mengikuti pemilu 2009. Puisinya diberi judul “Caleg Partai Sukar Maju (PSM)”. Seperti ini isi puisinya.

***

Caleg Partai Sukar Maju (PSM)

Aduh, lagaknya temanku
Si Badu politisi baru
Caleg andalan Partai Sukar Maju
Bukan sekedar nomor sepatu
Sudah sebulan ia berjaket partai
Menebar senyum ke sana-ke mari
Gaya dan tampilan tuan bupati
Jabatan gengsi diimpikan isteri
“Saudara-saudara !
Saya kader Partai Sukar Maju
Pilihlah saya !
Saya akan berjuang untuk rakyat
Untuk saudara !
Bersama saya rakyat akan maju
Maju !
Maju !
Maju !
Meski massa di alun-alun itu tak peduli
dan hanya menunggu si penyanyi dangdut yang seksi
Badu sangat percaya diri
Bakal jadi orang penting di negeri ini.

***

Menggelitik bukan? Lantas apa yang menjadi motivasi utama para caleg untuk duduk di kursi DPR/D? Sampai-sampai “gula caleg” dikerubuti mantan pejabat pemerintahan, pengusaha, aktivis, hingga kader murni parpol.

Kita sudah terlalu sering dihadapkan pada inkonsistensi, antara suara hati dengan realitas politik tiap kali menangkap pernyataan-pernyataan para calon wakil rakyat ketika ditanya motivasi pencalonannya.

Seperti orang merokok, statemen berbusa-busa tapi cenderung mengawang-awang, tidak pernah membumi dalam implementasi. Seperti asap rokok pulakah rata-rata pernyataan yang disampaikan oleh para caleg kita?

Sore kemarin, soal motivasi para caleg itu menjadi obrolan hangat dengan seorang teman yang mengaku kurang tertarik dengan politik. Sang teman yang berlatar belakang pengusaha itu tampak skeptik dengan alasan caleg, bahwa yang menjadi motivasi utamanya adalah untuk mengaktualisasikan ideologi yang berpihak kepada cita-cita rakyat.

Dia tentu punya argumen tentang sikap skeptiknya terhadap kinerja para wakil rakyat. Salah satunya dugaan korupsi yang melibatkan para wakil rakyat di berbagai level. “Jadi saya tidak sekadar sinis,” sergahnya.

Menguji caleg untuk benar-benar mengerti aspirasi rakyat dari daerah pemilihan yang diwakili, serta mau belajar dari kesilangsengkarutan wajah legislatif, bagaimana caranya? Jika yang berkembang adalah sikap sinis-skeptik, yakinlah kemasabodohanlah yang akan muncul.

Apatisme rakyat terhadap para wakil rakyat berpotensi mendorong ke arah rendahnya partisipasi dalam pemilu. Karena itu, sikap golput tentu merupakan pilihan. Masyarakat akan bersikap kritis dengan pola pikir “ketimbang menyamankankan hidup orang yang hanya akan memikirkan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya”.

Untuk mengerti rakyat, cobalah hindari perilaku yang seolah-olah berjuang dan berbuat untuk mereka, tetapi tanpa bukti kinerja, malah terlibat dalam sistem yang korup. Jika motivasi menjadi caleg masih disikapi sekadar sebagai ”pekerjaan” untuk mencari penghasilan, selamanya tentu kita boleh meragukan itikad para caleg. (*)
Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: