Memotret sebuah kota dengan beragam persoalannya lalu
membandingkannya dengan kota-kota lain di dunia atau di Indonesia selalu
menjadi daya tarik tersendiri bagi saya. Membaca isi pamflet “Bangkok Smiles”
yang bisa didapatkan dengan mudah di area-area publik, Pemerintah Thailand
berani mengklaim ibu kota Negeri Gajah Putih itu sebagai “World’s of Best
City”.
Bagi Thailand, Kota Bangkok merupakan sebuah simbol yang harus
diceritakan kepada khalayak dunia. Bahwa kota itu memiliki histori panjang
nasionalisme, sekaligus cermin kota masa depan. Bangkok memang sedang
giat-giatnya memodernasi diri. Potret modernisasi itu sudah terlihat saat
menginjakkan kaki di terminal Bandara Suvarnabhumi. Langit-langitnya tinggi,
struktur bangunannya sengaja diperlihatkan.
Modernitas Bandara Suvarnabhumi bukan pembanding yang sepadan
dengan Bandara Soekarno-Hatta, karena sudah tertinggal sangat jauh. Bandara
kebanggaan rakyat Thailand itu baru sepadan jika dibandingkan dengan Kuala Lumpur Airport International (KLAI)
atau Bandara Changi, Singapura. Dari luar, kemegahan bandara berlantai empat
dengan masing-masing lantai terdapat jalur taksinya itu terlihat dengan jelas.
Parkir kendaraan di bandara tak lagi boros lahan karena menggunakan sistem
parkir bertingkat.
Melihat layout Kota Bangkok, tampak jelas jika Bangkok awalnya
sebuah kota yang semrawut dan tidak teratur. Namun lambat laun, kemauan kuat
Pemerintahan Kota Bangkok dan masyarakatnya untuk membenahi kotanya seiring
meningkatnya wisatawan mulai menampakkan hasil.
Hal pertama yang dilakukan adalah membersihkan sidewalks atau trotoar.
Selain harus bersih dari kaki lima, trotoar juga harus ditata, paving block-nya
harus rapi dan tahan lama. Meski begitu, Pemerintahan Kota Bangkok masih
memberikan toleransi kepada para pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan di
trotoar pada malam hari.
Bangkok sebagai Ibu Kota Thailand tidak terlalu banyak
perbedaannya dengan kota-kota besar di negara lain, khususnya Asia Tenggara.
Begitu pun permasalahannya. Soal kemacetan lalu lintas, misalnya, kepadatan
kendaraan memang beberapa kali terjadi, namun dalam waktu singkat segera dapat
terurai dengan sendirinya, karena volume kendaraan yang memang tidak begitu
banyak. Jika membandingkannya dengan kemacetan di Jakarta, kemacetan di Kota
Bangkok tidak terlalu parah, karena sistem transportasi massa di Kota Bangkok
lebih maju selangkah dari Jakarta.
Jika Jakarta baru mewacanakan akan membangun Mass Rapid
Transportation (MRT), di Bangkok MRT dengan jenis Sky Train telah dinikmati
oleh masyarakatnya. MRT di Bangkok dikenal dengan nama Bangkok Mass Transit
System atau biasa disebut BTS Sky Train. BTS sudah diluncurkan pada Desember
1999 setelah gagasan untuk pembangunan secara nyata muncul pada 1992.
Penjelasan pimpinan media Bangkok Post, pembangunan stasiun dan
rel-rel BTS serta infrastruktur lain sebenarnya tidak semudah itu. Dalam kurun
waktu 1992-1999, pemerintah kota Bangkok mendapatkan perlawanan dari sejumlah
unsur masyarakat yang mempertanyakan bentuk model transportasi massa itu. Ada
yang beranggapan belum perlu. Tak sedikit pula yang beranggapan jalur kereta
api yang berada di ketinggian, akan membuat gangguan tersendiri pada tata kota.
Di tengah kritik dan keraguan, pembangunan tetap dilakukan. Dan
pada 1999, BTS resmi me-launching Sky Train. Nah, pada saat peluncuran ini ada
hal yang menarik. Meski ada gelombang penolakan, ternyata masyarakat Bangkok
cukup penasaran dengan kereta yang melaju di jalur tinggi ini. Setelah ada
penambahan infrastruktur, pada tahun 2013 ini, BTS setiap harinya membawa
600.000 orang. Pada tahun ini Bangkok memiliki 32 stasiun.
Keberadaan BTS sangat signifikan dalam mobilitas penduduk kota
Bangkok setiap harinya, sekaligus dapat mengurangi jumlah kendaraaan di jalan
aspal. Stasiun BTS juga terintegrasi dengan terminal kereta bawah tanah yang
diresmikan pada tahun 2004.
Bangkok memiliki luas wilayah 1. 568 kilometer persegi, dua kali
lipat luasnya dari DKI Jakarta yang memiliki luas 740,28 kilomoter persegi.
Namun dengan sistem transportasi Sky Train yang dipadu dengan Subway Train,
Bangkok melayani warganya dalam urusan mobilitas, tanpa kendala berarti.
Modernisasi Kota Bangkok terlihat dengan jelas saat melintasi kawasan
Shukumvit. Sebuah kawasan yang menjadi bukti nyata kegagahan ekonomi Thailand
yang stabil dan progresif dari waktu ke waktu. Jajaran gedung-gedung pencakar
langit berbagi tempat dengan taman-taman hijau dan ruang terbuka. Juga
kedai-kedai kuliner yang ditata apik, sehingga makin menambah lengkap distrik
ini. Jalan-jalan yang lebar, flyover-flyover yang apik, dan skytrain yang
melintas membuat Kota Bangkok menjadi ibu kota paling baik ke tiga di ASEAN
setelah Singapura dan Kuala Lumpur.
Karakter Kosmopolitan Bangkok juga dengan gagah
diperlihatkan Bangkok City Tower yang
terletak di Central Business District.
Daerah ini menjadi rumah perusahaan besar, kedutaan besar, bank dan
perusahaan investasi di Bangkok. Lokasi menguntungkan dari Bangkok City Tower
membuatnya menjadi tempat pilihan untuk mendirikan kantor untuk beberapa
perusahaan terbesar di Bangkok. Bangunan dapat ditemukan di persimpangan utama
antara Sathorn Road dan Narathiwas Rajanagarindra Road. Sathorn memiliki
sejumlah perusahaan komersial menduduki tempat dan umumnya dianggap menjadi
bagian kelas atas kota Bangkok.
Pemerintah Kota Bangkok memandang sungai Chao Phraya dan kanal-kanal
sungai yang membelah kota sebagai aset. Bangkok benar-benar mengoptimalisasi
sungai untuk kepentingan wisata. Potensi yang sebenarnya juga dimiliki oleh
Kalimantan Tengah, namun belum tergarap. Di siang hari, wisatawan bisa
menikmati obyek wisata menarik yang terletak di tepi sungai Chao Phraya dari
atas perahu. Sungai Chao Prhaya juga dinikmati pada malam hari. Gemerlap Kota
Bangkok bisa dinikmati sambil santap malam dengan menyusuri sungai. Cukup
merogoh kocek sekitar 1.500 bath. (jid@radarsampit.com)