ads header

Sunday, July 3, 2016

Apa Kabar Pembangunan Kaltim

0
EMAS HITAM: Pertambangan batu bara di Kalimantan Timur.


Minus pertumbuhan ekonomi menjadi early warning kebangkrutan Kaltim. Ada baiknya gubernur segera menyiapkan kanal ketidakpuasan publik.


DELAPAN tahun yang lalu, slogan “Kaltim Bangkit” menjadi pilihan Awang Faroek Ishak. Rakyat Kaltim terpikat. Awang Faroek bersama Farid Wadjdy melenggang menjadi gubernur dan wakil gubernur periode 2008-2013. 

Tiga tahun lalu, petahana yang sebelumnya menjabat Bupati Kutai Timur (Kutim) itu kembali memilih slogan pendek. Cukup dua kata: Kaltim Maju. Nasib baik kembali memihak Awang Faroek. Bersama Mukmin Faisyal yang mendampinginya, tongkat kepemimpinan Bumi Etam 2013-2018 masih dalam genggamannya. 

Di panggung pemilihan gubernur Kaltim, Awang Faroek adalah seteru Suwarna AF pada pilgub 2003. Masa itu, DPRD masih menjadi penentu suara kemenangan. Awang dikalahkan Suwarna. Sesudah itu hubungan keduanya dikabarkan merenggang. Padahal, sempat ada tengara bahwa Awang adalah adalah suksesor yang telah dipersiapkan Suwarna untuk kepemimpinan Kaltim berikutnya. 

Kamis malam pada 29 Januari 2009, Awang dan Suwarna hadir pada acara Malam Apresiasi Olahraga Nasional untuk PB PON XVIII 2008 di kompleks olahraga Senayan, Jakarta. Tengara disharmoni antara Awang dan Suwarna memancing seorang wartawan senior di Kaltim untuk bertanya kepada Suwarna. 

“Janganlah semua dilihat dalam hitungan politik. Melihatlah ke depan saja. Kaltim harus maju. Siapapun gubernurnya,” kata Suwarna menjawab pertanyaan Syafril TH Noer, wartawan senior Kaltim Post. Malam itu, Awang hadir dengan kapasitas sebagai gubernur Kaltim menggantikan Suwarna. 

Periode pertama memimpin Kaltim, tak lama setelah dilantik pada 17 Desember 2008, di usianya yang genap 60 tahun, tekad besar dicanangkan. Ia ingin Provinsi Kaltim sejajar dengan provinsi lainnya, bahkan go internasional. Di ujung jabatannya pada 2013, Kaltim harus bangkit. 

Menurut Awang, kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Kaltim belum terkelola dengan baik. Tak ada cara lain yang harus dilakukan selain bangkit dan melepaskan diri dari belenggu. Begitu terpilih dan dilantik, ia segera menyusun program unggulan dan menggandeng semua pemangku kepentingan. Termasuk juga para wali kota dan bupati di 14 daerah. 

Tema Kaltim Bangkit 2013 dipilih menjadi semboyan yang terus digaungkan ke seluruh penjuru daerah. Apalagi sejatinya, Kaltim dianugerahi kekayaan alam melimpah. Di provinsi ini terhampar ratusan ribu hektare tambang batu bara, di lepas pantainya puluhan perusahaan melakukan pengeboran minyak, ada pula gas bumi. Belum lagi hutan perawan yang luasannya terus menyempit atau disulap menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Awang sadar, meski memiliki sumber daya alam melimpah, pembangunan Kaltim seakan jalan di tempat. Tak banyak kemajuan dicapai sebagai simbol bahwa provinsi ini merupakan tambang uang. Tak heran, jika kemudian banyak orang memplesetkan Kalimantan Timur sebagai Kalimantan Tidur. Di bawah kepemimpinannya, Awang meyakinkan bahwa Kaltim harus bangkit dari keterpurukan itu. 

“Kaltim Bangkit adalah sebuah komitmen kuat agar Kaltim tidak terus ‘tertidur' pulas saat cadangan sumber daya alam semakin menipis dan pada saatnya habis,” kata Awang.

Lewat slogan itu, Awang ingin memberikan motivasi sosial dan semangat baru dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Saat itu, Kaltim dipandangnya sebagai salah satu provinsi yang mengalami growth without development--mengalami pertumbuhan ekonomi, namun pembangunan belum dinikmati masyarakat luas.

"Belum meratanya masyarakat menikmati pembangunan bisa dilihat dari indeks eksploitasi ekonomi yang meningkat dengan membandingkan PDRB per kapita dan pengeluaran konsumsi per kapita," ungkapnya pada suatu kesempatan.

Ia mengatakan, Kaltim termasuk 11 provinsi di Indonesia yang mengalami peningkatan indeks eksploitasi ekonomi bersama provinsi kaya sumber daya alam lainnya. Provinsi tersebut adalah Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. "Tingkat eksploitasi ekonomi Kaltim meningkat dari 89 pada 1996 menjadi 90 pada 2002," tambahnya lagi.

Guna mengatasi hal itu, Gubernur Awang Faroek bersama aparaturnya merumuskan 15 isu strategis yang menjadi skala prioritas pembangunan daerah. Kelima belas isu tersebut di antaranya, pembenahan penggunaan tanah dan penyelesaian RTRWP; pembangunan Trans Kalimantan, jalan, jembatan, freeway, pelabuhan udara dan pelabuhan laut; revitalisasi dan peningkatan daya listrik; peningkatan upaya penanggulangan kemiskinan; peningkatan dan perluasan kesempatan kerja; revitalisasi pertanian tahap II dengan meningkatkan produksi dan ketahanan pangan dan kecukupan pupuk; reformasi birokrasi dan peningkatan kapasitas aparatur pemerintah daerah dan pelayanan publik; peningkatan pemberdayaan ekonomi rakyat/kewirausahaan/pengembangan sektor riil/UMKM melalui pengucuran kredit perbankan; peningkatan daya saing daerah/daya tarik investasi dan mobilisasi pembiayaan dan investasi di luar APBN/APBD. 

Dinamika yang Malang
Masih pada suatu kesempatan, Awang Faroek mengungkapkan banyak hal yang telah dicapai pada pembangunan periode 2008-2013, di antaranya laju pertumbuhan ekonomi meningkat dari 2,32 persen pada 2009 menjadi 3,98 persen pada 2012 dan diperkirakan akan meningkat lagi menjadi 4,01 persen pada 2013.

Selanjutnya, angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dari 74,52 pada 2008 meningkat menjadi 76,71 pada 2012 dan diperkirakan akan naik lagi menjadi 77,1 pada 2013. Angka kemiskinan pada 2008 berada di tingkat 9,51 persen turun menjadi 6,68 persen pada 2012 dan diperkirakan semakin turun di angka 6,06 pada 2013. Kemudian, tingkat pengangguran dari 11,11 persen pada 2008 terus menurun menjadi 8,9 persen pada 2012 dan diperkirakan menjadi 8,87 persen pada 2013.

Namun, target manis di atas kertas rupanya tak semanis fakta capaian. Booming batu bara pada periode pertama Awang menjabat gubernur memang mampu mengerek naik PDRB. Kontribusi PDRB Kaltim bahkan penyumbang terbesar regional Kalimantan. Ironisnya, kenaikan PDRB tidak berkorelasi terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, justru mengalami penurunan. Di ujung jabatan pada 2013, pertumbuhan ekonomi Kaltim menurun menjadi 2,72 persen dari dua tahun sebelumnya yang mencapai 6,47 persen dan 5,48 persen (lihat grafis). Target pertumbuhan ekonomi yang meleset bahkan terjun bebas itu membuyarkan “mimpi-mimpi” Awang Faroek-Farid Wadjdy di ujung jabatan. 

Terpeleset di pengujung pemerintahan pertama, bukanlah Awang Faroek jika ia menjadi tidak percaya diri untuk mengusung slogan baru Kaltim Maju. Dan lagi-lagi, dengan pasangan barunya Mukmin Faisyal, slogan Kaltim Maju mampu “membius” rakyat Kaltim dan mengantarkan mereka ke tahta pimpinan.

Awal kepemimpinan Awang Faroek, ia dinilai terlalu asyik dengan proyek-proyek mercusuar-nya. Sementara Rakyat Kaltim menghendaki ia menjadi gubernur hari ini, dengan kemauan menyelesaian persoalan-persoalan kekinian.

“Saya ikuti semuanya. Saya berterima kasih. Tapi kita sedang melakukan lompatan jauh ke depan,” kata Awang Faroek dalam buku Rakyat Dapat Apa?—buku berisikan kumpulan catatan wartawan senior Kaltim Post, Syafril TH Noer.

Lompatan jauh ke depan yang sedang dan akan dilakukan itu menurutnya senapas dengan program pemerintah pusat. Sebagai koridor penyangga pertumbuhan ekonomi nasional, provinsi ini bertugas mengurusi tiga kluster. Pertama, kluster industri berbasis gas dan kondensat. Kedua, kluster industri berbasis perkebunan dan oleochemical di Maloy, dan ketiga kluster berbasis manufaktur di kawasan industri Kariangau.

“Ternyata, semua yang kita lakukan selama ini match dengan program pemerintah pusat,” kata Awang pada waktu itu.

Periode pertama sebagai gubernur, Awang bisa menarik napas. Anggaran dari pemerintah pusat untuk jalan negara yang sebelumnya hanya Rp 300 miliar naik menjadi Rp 1 triliun. Mutu beberapa ruas jalan negara seperti poros Samarinda-Balikpapan, Samarinda-Bontang, Bontang-Sangatta mulai membaik. Kala itu, Awang juga membeber data bahwa target raihan investasi Rp 20 triliun sepanjang 2010 terlampaui.

Awang mengakui proyek-proyek mercusuar-nya berorientasi “lompatan ke depan”. Hasilnya telah diperhitungkan dan terwujud penuh 15 tahun. Ini semua proyek mercusuar? “Ya, itulah tantangan pemimpin. Bagi saya, program ini nyatanya match dengan master plan yang disusun presiden,” kata Awang dalam buku Rakyat Dapat Apa.

Selebihnya, Awang berterima kasih kepada pandangan-pandangan kritis. Ia meminta kesempatan. “Saya mungkin sudah sepuh, atau mungkin tak sempat melihat hasil finalnya,” ucap Awang waktu itu.

Menggebu-gebu dengan proyek-proyek besarnya, Awang tampaknya “melupakan” kesadarannya bahwa Kaltim tak bisa bergantung pada komoditas pertambangan dan migas. Dua komoditas yang selama ini menjadi kontribusi terbesar terhadap PDRB.

Program revitalisasi pertanian dan ekonomi kerakyatan terseok-seok. Tolok ukur kegagalan pada dua program itu sangat jelas. Produksi dan kebutuhan pangan pada seluruh jenis pangan yakni padi, beras, jagung, kedelai, sayuran, dan daging keseluruhannya minus (lihat grafis). Dari seluruh provinsi di Kalimantan, hanya Kaltim yang mengalami minus pada seluruh kebutuhan pangan. Ketergantungan tinggi pada komoditas tambang dan migas menyebabkan pertumbuhan ekonomi turun drastis ketika dua sektor unggulan tersebut mengalami kelesuan.

Di atas kertas, ekonomi Kaltim semakin terpuruk memasuki pemerintahan kedua Awang Faroek. Alih-alih bergerak naik, minus pertumbuhan ekonomi pada 2015 sebesar -0,85 persen justru semakin tenggelam di angka -1,60 pada triwulan pertama 2016. 

Bayang-bayang suram ekonomi Kaltim semakin diperlihatkan setelah pemerintah pusat memangkas alokasi anggaran Pemprov Kaltim pada 2016. Pemangkasan tersebut kemungkinan besar akan berlanjut pada tahun anggaran selanjutnya. Target realisasi pendapatan sebesar Rp 10,2 triliun pada 2016 mengacu pada realisasi pendapatan Rp8,9 triliun pada 2015 agaknya hanya mentereng di atas kertas. Pemangkasan anggaran oleh pemerintah pusat itu membuat Pemprov Kaltim harus realistis. Proyeksi pendapatan 2017 akhirnya dikoreksi menjadi Rp6,6 triliun saja.

Pada akhirnya, target-target pencapaian kinerja lima tahun pemerintahan kedua Awang Faroek berupa peningkatan IPM sebesar 78, penurunan tingkat kemiskinan sebesar 5,2 persen, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen, terkendalinya inflasi di tingkat 5,11 persen, menurunnya tingkat pengangguran sebesar 5 persen, dan meningkatnya indeks kualitas lingkungan sebesar 70,50 hanyalah suatu keniscayaan. Capaian kinerja ekonomi yang buruk menjadi early warning kebangkrutan Kaltim.

Ada baiknya, pada tiga tahun pemerintahan tersisa, Awang dan Mukmin perlu membuat kanal ketidakpuasaan publik. Kanal ketidakpuasan yang tidak terbatas pada anak-anak muda di kota, yang dengan cepat bisa menjadi politikus kakilima, tapi tidak kurang pentingnya juga ketidakpuasaan di desa-desa. Pesan bahwa Kaltim tidak bisa membangun sepesat seperti yang diharapkan perlu segera disampaikan. (*)

Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: