SEORANG kawan memposting sebuah gambar pada grup WhatsApp (WA), pekan lalu. Bergambar
koran terlipat dengan huruf tebal
bertuliskan The New Day, nama koran harian
milik perusahaan media asal Inggris, Trinity
Mirror.
Sebuah kabar tentang kematian. Koran yang diluncurkan pada
Februari lalu itu berumur superpendek. Hanya bertahan terbit selama 10 minggu.
Jumat pekan lalu, nafas usaha New Day
berhenti. Inggris geger. Juga media sejagat.
CNN melansir New Day
dijual seharga 0,5 poundsterling atau sekitar Rp 9.500 per eksemplar. Koran ini mengincar perempuan berumur 35-55
tahun, dan menjanjikan sikap netral secara politik.
"Kami
mencoba segala cara yang kami bisa, namun kami tidak bisa meraih target
penjualan yang dibutuhkan untuk membuat koran ini bekerja secara
keuangan," kata Editor New Day,
Alison Phillips dalam akun Facebook
miliknya.
Kabar
kematian media cetak yang tergilas digitalisasi atau akibat kapitalisme
industri pers bukan cerita baru. Namun begitu, tetap saja kematian New Day mengembuskan hawa panas yang membuat gerah. Sungguh
mengerikan! Kabar “seram” sekaligus menjadi refleksi pada saat media yang kami
kelola menyongsong ulang tahun ke-2, pada 12 Mei pekan ini. Yang membuat kami
sedikit terhibur sekaligus upaya menyenangkan diri, umur media kami masih jauh
lebih panjang dari New Day.
Terlahir pada saat beberapa media cetak mati akibat era
digital dan situasi ekonomi yang mengalami pelemahan, Kaltim Weekly justru merayap dalam kebrutalan persaingan bisnis dan
jurnalistik. Kaltim Weekly lebih beruntung karena antara pemilik dan para
jurnalis memiliki kesamaan visi.
Kami menyadari bahwa perubahan melesat sedemikian cepat. Pesatnya
kemajuan teknologi telah mengakibatkan garis-garis antara berita, hiburan,
iklan, propaganda, dan lainnya pun menjadi kabur.
Sebagaimana disampaikan Debra Gersh Hernandez dalam bukunya
“Advice for The Future”, satu-satunya yang pasti dan tidak berubah yang
dihadapi media di masa depan adalah justru ketidakpastian dan perubahan.
Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya menuntut peran
baru media. Kalau dulu fungsinya hanya menjadi penyalur informasi, kini ia
menjadi fasilitator, penyaring, dan pemberi makna dari sebuah informasi.
Media kini bertugas membawa audience-nya masuk ke dalam dunia makna yang lebih luas, tidak
terbatas pada tempat dan waktu kejadian sebuah peristiwa. Inilah tantangan yang
kami hadapi. Suka atau tidak suka, kami
harus adaptif mengikuti misteri perubahan.
Hari jadi menjadi bermakna ketika dimanfaatkan sebagai titik
tolak perbaikan di hari-hari berikutnya. Ulang tahun ke-2 ini, selain sebagai
rasa syukur dan terima kasih kepada berbagai pihak, juga kesempatan melakukan
introspeksi khusus. Seberapa jauh Kaltim
Weekly telah melakukan usaha sesuai prinsip berperusahaan yang benar. Yang
lebih penting mengevaluasi visi dan komitmen apakah sudah diaktualisasikan dan
disampaikan lebih relevan sesuai perkembangan perubahan. Semangat Kaltim Weekly tidak berubah, terus
menggugat ketidakadilan.
Seiring berlayarnya umur, Kaltim
Weekly yang sebelumnya bernama Gugat
telah mereposisi format konten. Tidak lagi menyentuh aspek sensasi melalui pola
tabloidisasi, komunikasi media lebih menekankan pada substansi. Penambahan
keragaman isi dan informasi melalui rubrikasi baru seperti histori, bisnis,
olahraga, seni budaya dan wisata diharapkan semakin mendekatkan Kaltim Weekly dengan pembaca.
Ucapan tulus terima kasih kami sampaikan kepada berbagai
pihak termasuk pada pemangku kepentingan seperti pemerintah, mitra usaha, agen,
dan pengecer. Yang membentang di depan, tantangan semakin bervariasi, dan
persaingan antarindustri media semakin ketat. Yang terus kami usahakan adalah
terus berseru di tengah kebisingan. Sukses untuk kita semua. (ajid.kurniawan@kaltimpost.co.id)