ads header

Thursday, March 31, 2016

Menata Vegetasi di Waduk Manggar

0
BERGANTUNG AIR DARI LANGIT: Waduk Manggar yang menjadi sumber bahan baku PDAM Balikpapan.

TAHUKAH Anda bahwa setiap kabupaten/kota yang dilalui garis khatulistiwa, hujan bisa turun setiap waktu. Salah satunya adalah Balikpapan. Kalimat itu tertulis dengan huruf tebal pada e-paper Statistik Daerah Balikpapan 2015 -- menyajikan data geografi dan iklim.

Di kota yang sering mengalami krisis air ini, curah hujan rata-rata mencapai 688 mm. Selama 204 hari dalam satu tahun, air dari langit menyiram bumi Kota Minyak. Ilmu klimatologi juga menyuguhkan analisis selama 30 tahun curah hujan Balikpapan di atas normal (>6000 mm/enam bulan).

Fakta lain, sejumlah penelitian membuat kesimpulan terdapat korelasi antara keberadaan waduk dengan tingkat curah hujan. Keberadaan waduk dapat meningkatkan proses penguapan yang kemudian meningkatkan kadar kelembaban pada atmosfer. Hal inilah yang menyebabkan curah hujan di sekitar waduk meningkat.

Pertanyaannya, mengapa level permukaan air Waduk Manggar justru mengalami penyusutan begitu drastis pada saat bulan basah? Mengapa pula hujan yang turun berintensitas rendah? Adakah sesuatu yang salah dalam pengelolaan sumberdaya air waduk?

Jangan salahkan iklim yang tidak konsisten menurunkan curah hujan di saat bulan basah. Karena pemanasan global telah memperlihatkan anomali betapa tidak dapat diprediksi kedatangan musim hujan ataupun kemarau. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat lain. 

Jika sudah mengetahui bahwa iklim tak lagi mudah ditebak, kesadaran apa yang sudah diperbuat dan belum dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Balikpapan dalam mengkonservasi air dan mengatasi perubahan iklim?

“Banyak alternatif solusi, namun butuh niat. Dana perlu, tapi bukan yang utama. Belum pernah dilakukan bukan berarti tidak bisa dilakukan,” kata akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Dasapta Erwin Irawan dan Syahrizal Mustafa dalam seminar “Mencari Solusi Problem Air Baku” di Hotel New Benakutai, 25 November 2014 lalu.

Menurut saya, persoalan utama yang harus menjadi titik patri dalam pengelolaan Waduk Manggar adalah konservasi sumberdaya air itu sendiri. Krisis air baku Waduk Manggar harus dilihat secara komprehensif dari hulu hingga hilir. 

Mafhum diketahui, keterlibatan beberapa instansi dalam pengelolaan DAS waduk acapkali memunculkan konflik kepentingan. Setiap instansi lebih mementingkan ego sektoralnya daripada upaya konservasinya. Belum lagi dihadapkan pada kurangnya pemahaman dan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan, untuk melakukan konservasi bagi penduduk di sekitar DAS atau waduk.

Karena kendala tersebut, upaya pengelolaan Waduk Manggar dengan memperhatikan aspek ekologis menjadi kurang optimal. Pun pengelolaan Waduk Manggar dari aspek sosial ekonomi. Upaya merelokasi kegiatan masyarakat di sekitar waduk masih terhambat minimnya data kepemilikan lahan masyarakat. 

Meski sudah dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Balikpapan, pendataan pemilik lahan disekitar DAS Manggar pada 2014 baru mencapai 0,3 persen dari target. Dampaknya, perubahan tata guna lahan di sekitar DAS dan Waduk Manggar menyebabkan imbuhan air tanah terus mengecil, dan aliran permukaan terus membesar.

Jangan abaikan pula kajian hidrologi fungsi vegetasi di sekitar waduk dan DAS Manggar. Kesalahan menanam jenis vegetasi bisa berakibat fatal terhadap penurunan debit air. Aktivitas pengembangan perkebunan karet di sekitar DAS Manggar oleh masyarakat adalah persoalan serius.

Hasil penelitian di Brasil menunjukkan bahwa konversi hutan menjadi kebun karet menghilangkan simpanan air tanah dari lapisan subsurface selama musim kemarau, meningkatkan kehilangan air melalui proses evapotranspirasi, dan menurunkan debit. Langkah paling bijak adalah melakukan studi neraca air. Melalui penelitian keseimbangan air, simpanan air dalam tanah di bawah vegetasi bisa diketahui. 

Saya teringat manakala terlibat dalam proyek reboisasi DAS Riam Kanan, di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Ratusan bibit pohon Eucalyptus yang telah tertanam terpaksa dicabuti kembali. Karena sebuah alasan: jenis Eucalyptus sangat boros air.

Di Waduk Riam Kiwa, masih di Kabupaten Banjar, penelitian ekologi tentang produksi dan dekomposisi serasah di bawah tegakan Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Jati Putih (Gmelina arborea) meluluskan saya dari kampus Fahutan Unlam yang terletak di Simpang Empat, Banjarbaru itu. Kesimpulan dari penelitian itu, pemilihan vegetasi yang tepat untuk program reboisasi dan konservasi lahan mutlak diperlukan.

Ada baiknya pemerintah kota dan PDAM Balikpapan memberikan stimulus kepada mahasiswa-mahasiswa untuk melakukan penelitian tentang ekologi, konservasi, dan sosial ekonomi di DAS dan Waduk Manggar. Akan lebih baik lagi jika PDAM mengalokasikan dana terkait adaptasi perubahan iklim dan antisipasi bencana. Gerakan penyadaran dan pemahaman warga terhadap lingkungan, sumber daya air, sosial dan budaya, menjadi bekal dan motivasi mengkonservasi air.

Dasapta Erwin Irawan dan Syahrizal Mustafa telah memberikan saran-saran bersifat jangka pendek dan menengah sebagai solusi atas persoalan air baku di Balikpapan. 

Saya mencatat ada tiga saran penting dari pakar hidrogeologi ITB itu dan sebaiknya segera dieksekusi. Pertama, melakukan eksplorasi hidrogeologi. Kedua, membuat jejaring sumur pantau. Ketiga, pemantauan kondisi sumberdaya air (air permukaan di waduk dan sungai, air tanah) dengan teknologi telemetri. Solusinya sudah jelas: mengkonservasi sumberdaya air. (*)


Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: