YANG TERPINGGIRKAN: Potret kemiskinan di negeri kita, Indonesia. (foto: Antara) |
KALAU ada program kerja pemerintah yang paling dikenal masyarakat, mungkin itu adalah program pengentasan kemiskinan. Maklum, program ini sudah lama digulirkan dan dijalankan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya secara sambung menyambung. Dari skala nasional, provinsi, hingga pemerintahan di tingkat kabupaten/kota.
Di kabupaten seperti Indramayu, Jawa
Barat, tidak sulit untuk menemukan orang miskin dalam jumlah yang besar. Fenomena
yang sama seperti yang terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan
kabupaten lainnya di Kalimantan Timur. Kemiskinan itu seolah tidak pernah
lekang dari kehidupan masyarakat kita.
Ada yang menarik perhatian
saya ketika berkunjung ke kabupaten yang terkenal dengan buah mangganya itu.
Dari obrolan dengan adik ipar saya yang bertugas di Bappeda Indramayu, saya
menjadi tahu mengenai salah satu program pengentasan kemiskinan. Caranya dengan
menghimpun dana sosial dan zakat profesi dari para PNS.
Dana sosial yang terhimpun
dari penghasilan para PNS dikelola oleh Yayasan Gempur Gakin. Pungutan dana
sosial dari setiap PNS berbeda-beda didasarkan pada golongan. Semakin tinggi
golongan PNS, semakin besar pula pungutannya. Rincian pungutannya: golongan I
Rp 5 ribu, golongan II Rp 10 ribu, golongan III Rp 25 ribu dan pejabat eselon
Rp 75 ribu per bulan.
Program pengentasan
kemiskinan dengan cara menghimpun dana sosial dan zakat profesi dari PNS
sebelumnya hanya dilakukan secara sukarela. Pada periode kedua pemerintahan
Bupati Irianto M. Syaifudin, sifat pungutan menjadi diwajibkan. Program ini
terus berjalan setelah sang istri, Hj. Anna Sophanah terpilih menggantikan suaminya
sebagai Bupati Indramayu. Dari dana sosial para PNS, sedikitnya terkumpul Rp2,5
miliar setiap tahunnya.
Program ini memang sempat
memantik reaksi dari sejumlah kalangan. Ini terkait dengan sifat pungutan dari sukarela menjadi wajib
yang dilakukan satu tahun menjelang pemilukada. Maklum, penyaluran dana sosial
yang digulirkan kepada masyarakat mirip program Bantuan Langsung Tunai (BLT),
namun berupa bantuan sembako dan program bedah rumah.
Kendati pengelolaan dana
sosial oleh Yayasan Gempur Gakin selalu dilakukan audit oleh auditor independen
dan dipublikasikan melalui media massa, banyak pihak menilai bantuan berupa pemberian
paket sembako dan bedah rumah kepada warga miskin kurang mendidik. Program
pengentasan kemiskinan seharusnya dipandang sebagai upaya untuk mendorong
bangkitnya mentalitas masyarakat pekerja keras. Bukan dipandang sebagai proyek
bagi-bagi duit atau sembako.
Namun begitu, program ini
tetap berlanjut hingga sekarang. Selain dipungut dana sosial, penghasilan PNS
di Pemkab Indramayu juga harus disisihkan 2,5 persen untuk zakat profesi yang
dikelola oleh BAZIS.
Masih ada program lainnya
terkait pemerataan pembangunan di setiap kecamatan. Program itu bernama Kecamatan Binaan. Yang menjadi pembina kecamatan adalah SKPD di mana setiap
SKPD membina dua kecamatan. Anggaran pembinaan kecamatan oleh SKPD telah ada
dalam pos anggaran setiap SKPD. “Kecamatan yang dibina Dinas PU, jalan
kecamatan pasti bagus,” cerita Wimbanu.
“Program Pinggiran” agaknya
menjadi prioritas pengelolaan anggaran APBD Kabupaten Indramayu yang sebesar Rp1,2 triliun. Karena menjual
“Program Pinggiran” dengan janji perbaikan infrastruktur pedesaan selama 100
hari pemerintahan, Anna Sophanah berhasil memenangi pemilukada.
Setiap daerah tentu
memiliki caranya masing-masing dalam menangani masalah kemiskinan. Program
Gempur Gakin dan zakat profesi dengan menghimpun dana dari PNS ala Indramayu
adalah salah satu cara. Apapun caranya, hal yang mesti kita lakukan bersama
adalah mendukung program ini secara benar. (*)