ads header

Thursday, March 31, 2016

Kita dan Wasit Pemilu

0
AJID KURNIAWAN

DUA gambar pertandingan sepakbola ditampilkan dalam satu slide. Gambar A menampilkan kompetisi Liga Inggris dan Bundesliga. Fairplay diperlihatkan pada dua kompetisi di Benua Biru itu. 

Situasi berbeda dipertontonkan pada gambar B yang menampilkan kompetisi sepakbola domestik. Situasinya ricuh. Antarpemain saling pukul. Wasit babak belur dikeroyok pemain. Supporter dan aparat keamanan ikut berjibaku masuk ke dalam lapangan. Lalu pertanyaan diajukan: Bagaimana ciri-ciri dari sebuah pertandingan yang berjalan fairplay?

Ada yang menjawab: karena aturan pertandingan dijabarkan secara rinci, dipahami, dan dihormati oleh tiap pemain sehingga memiliki makna hukum yang sebenarnya.

Jawaban lain mengemuka: dapat  dilakukan pemisahan yang sangat jelas antara bentuk-bentuk pelanggaran yang bersifat kebetulan/kecelakaan, yang kasat mata, yang disengaja, yang bersifat teknis, dan yang bermotif merusak sportifitas.

Kawan di sebelah saya berdiri lalu berkata: wasit yang memimpin pertandingan merupakan orang-orang profesional, terlatih, dan menjalankan aturan secara tegas dan bijak.

Saya turut bersuara: karena pertandingan berlangsung apa adanya, tidak terdapat ‘permainan sabun’. Kemudian terdengar suara dari perempuan berhijab yang berprofesi sebagai notaris. 

“Hasil akhir pertandingan betul-betul ditentukan di lapangan berdasarkan kemampuan para pemain dan pelatih dalam melakukan strategi dan taktik pertandingan yang halal,” kata dia.

Itulah gambaran suasana yang masih terekam dalam memori saya ketika menghadiri pembekalan sebagai Tim Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, 2013 lalu.

Dalam sebuah pertandingan, pelanggaran pastilah ada dan bahkan wajar sebagai akibat adanya keseriusan tiap pemain dalam memenangkan pertandingan. Namun, pelanggaran itu bukanlah perilaku membahayakan seluruh pertandingan ataupun membahayakan sikap sportif yang seharusnya dibangun.

Luas diketahui, wasit memegang peran sentral dalam sebuah pertandingan. Tugas wasit (baca: anggota KPU) adalah menjaga sportifitas pertandingan dan menegakkan aturan secara adil. 

Saat kepercayaan telah diberikan, pemberi kepercayaan bisa jadi masih diliputi rasa kurang pasti tentang reabilitas pihak yang diberi kepercayaan. Apakah orang atau lembaga yang diberi kepercayaan itu akan bertindak atau berperilaku sesuai yang diharapkan. Ini terkait trust atau kepercayaan. Untuk seseorang atau institusi terpercaya, dia tidak hanya harus memiliki karakter moral yang kuat, tetapi juga memiliki kompetensi yang baik.

Dua jenis trust ini saling terkait. Manakala masyarakat mengalami interpersonal trust rendah, maka akan cenderung terjadi rendahnya tingkat trust pada institusi. Oleh karena itu, integritas, kompetensi, kepemimpinan, dan independensi menjadi acuan utama dalam kriteria pemilihan calon anggota KPU/Bawaslu.

Para komisioner KPU dan Bawaslu telah memahami bahwa penyelenggaraan pemilu berdasarkan pada asas: mandiri; jujur; adil; kepastian hukum;  tertib; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi; dan efektivitas.

Dalam tahapan pilkada, pileg dan pilpres, terdapat empat tahapan yang memiliki potensi kerawanan pelanggaran. Masalah tersebut antara lain; alat peraga kampanye, pemutakhiran DPT, penetapan calon, serta tahapan penghitungan suara.

Agar tak muncul prasangka negatif, semestinya lembaga ini menjelaskannya kepada publik. Menjelaskan secara terang benderang sesuai prinsip keterbukaan, kepastian hukum, akuntabilitas, jujur, dan demi kepentingan umum. 

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) patut pula turun tangan menginvestigasi permasalahan ini dengan saksama sebelum membukanya kepada publik.

Di pihak lain, masyarakat harus berani melapor kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) manakala menemukan indikasi-indikasi pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu. 

Jangan takut. Di era internet ini, teror dan ancaman bisa dikalahkan asalkan mereka berani berbicara. Pers, termasuk media sosial, terbukti efektif mengawasi penyelewengan. Independensi institusi KPU/Bawaslu tak bisa ditawar lagi. (*)

















Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: