ads header

Thursday, March 31, 2016

Merawat Bahasa Dayak Ngaju

0
DEMI LESTARI BUDAYA: Kusni Sulang (kanan), budayawan dayak Kalimantan Tengah.
IZINKAN saya untuk mengenalkan seorang sahabat bernama Kusni Sulang. Usianya tak lagi muda, sudah 75 tahun. Namun, esais, penyair, dan pekerja budaya itu sangat produktif sekali menulis. Di Kalimantan Tengah, ia mengkoordinir Komunitas Seniman-Budaya Palangka Raya (KSB-PR) dan Lembaga Kebudayaan Dayak Kalimantan Tengah (LKD-KT). 

Saat mendapat amanah untuk mengelola Harian Radar Sampit (2006-2014), dengan kapasitasnya sebagai budayawan, saya memberikan ruang kepada dia sebagai pengasuh rubrikasi budaya. Rubrikasi itu terbit setiap edisi Minggu. Dari ruang budaya itulah Kusni Sulang menerbitkan dua buku. Yang pertama berjudul Kembali ke Sampit, yang kedua berupa buku pelajaran muatan lokal (Mulok) bahasa Dayak Ngaju untuk murid-murid sekolah dasar. 

Serial pertama muatan lokal tersebut berisikan peribahasa, ungkapan, dan perbandingan bahasa Dayak Ngaju. Inilah kepedulian konkret dari seorang Kusni Sulang untuk mengalihkan nilai-nilai budaya Dayak kepada generasi berikutnya.

Setiap menerbitkan buku baru, Kusni Sulang selalu memberikannya kepada saya secara cuma-cuma. Apalagi pada buku "Kembali ke Sampit", saya mendapat kehormatan untuk menuliskan kata pengantar. Secara tak sengaja buku Mulok bahasa Dayak Ngaju itu saya temukan di antara tumpukan buku pelajaran anak saya. 

Pertanyaannya, apa gunanya belajar peribahasa, ungkapan, dan perbandingan? Apakah peribahasa, ungkapan, dan perbandingan, lebih-lebih dalam bahasa Dayak Ngaju bukannya seperti suatu pekerjaan yang membuang-buang waktu, membuat kelelahan tiada guna, karena tidak juga dipakai sehari-hari? Kalau masalah berguna-tidak, Kusni berpandangan tetap masih berguna. Sebab, bahasa termasuk segala peribahasa, ungkapan, dan perbandingan ibarat lumbung di mana kekayaan segala nilai dan makna hidup leluhur, serta arti hidup diri sendiri, tersimpan. 

“Membuang dan melupakan bahasa sendiri sama artinya dengan membuang ruh diri, menyesatkan diri di tanah lapang dan membuang segala nilai hidup. Di dalam peribahasa, ungkapan, dan perbandingan, diberitahukan nilai-nilai apa yang buruk dan yang baik,” kata Kusni Sulang pada pengantar bukunya.

Peribahasa, ungkapan, dan perbandingan sarat akan pesan untuk membedakan sesuatu yang baik dan buruk. Pun dalam mengenali dan menilai calon pemimpin kita pada kenduri demokrasi pemilihan kepala daerah. Sekaligus menjadi perenungan bagi para calon kepala daerah. Berikut saya kutipkan muatan lokal (Mulok) beberapa peribahasa, ungkapan, dan perbandingan itu--sebagai cermin untuk mengenali dan memilih pemimpin:

LAYAK DIPILIH
Mendeng bujur intu eka rata (Berdiri tegak di tempat rata). Artinya: Orang yang berpegang teguh pada kebenaran pasti kuat dan tidak takut apapun.


TAK LAYAK DIPILIH
Intu luar kilau madu, intu huang kilau peru (Di luar seperti madu, di dalam seperti empedu). Artinya: Kelihatannya baik, tapi sesungguhnya jahat.

Tamam pangang ah, dia mangirut (Hebat gonggongnya, tidak menggigit). Artinya: 
Orang yang hebat bicaranya saja.

Kuman mananselu batu (Makan mendahului batu). Artinya: Melakukan sesuatu tanpa memahami apa yang harus dilakukan.

Manempe intu rinjing, barapi intu lisung (Menumbuk dalam periuk, menanak nasi dalam lesung). Artinya: Mengerjakan sesuatu yang tidak sesuai aturan.

UNTUK CALON PEMIMPIN
Eweh kuman sahang, ie keme harie (Yang memakan Lombok, akan merasakan pedasnya). Artinya: Yang berbuat akan menuai hasilnya.

Asu mangang bukit dia batusut (Anjing menggonggong, bukit tak akan runtuh). Artinya: Kebaikan tak akan rusak oleh pergunjingan.

Danum gin tege pasang tohor ah (Air pun punya pasang surutnya). Artinya: Segalanya bergerak dan berubah-ubah, tidak langgeng.

Ela manjakah pisi dia baumpan (Jangan melempar pancing tak berumpan). Artinya: Jangan melakukan sesuatu apabila tidak cukup syarat-syaratnya.

Ela mamusit piring mahiau (Jangan pecahkan piring berbunyi). Artinya: Soal-soal kecil jangan diperbesar hingga menjadi masalah yang merusak hubungan satu dengan yang lain.

Keleh bisa lepah bara bisa isut (Lebih baik basah semua daripada basah sedikit). Artinya: Apabila mengerjakan sesuatu, lakukan hingga tuntas. Jangan setengah-setengah.

Sinde danum handalem, sinde pasir hubah (Sekali air dalam (menggenang), sekali pasir berubah). Artinya: Perubahan terjadi sesuai kendali.

Taluh je maram musti bahewau (Sesuatu yang busuk pasti berbau). Artinya: Sesuatu kesalahan atau kejahatan akhirnya akan diketahui juga.

Ka bukit uras mandai, ka luau uras muhun (Ke bukit semua naik, ke lembah semua turun). Artinya: Bekerjalah seia sekata.

***
Inilah nilai-nilai baik-buruk, prinsip hidup, etika, dan aturan tingkah laku yang diajarkan para tetua kepada kita. Selamat merenungkan, kenali benar calon pemimpin kita, dan jangan salah memilih. (*)













Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: