ads header

Thursday, March 31, 2016

Al Jaahil dan Al Baakhil

0

MURAL KORUPSI

POLITIK dan pemerintahan kita sekarang ini sedang banyak ditumbuhi oleh munculnya orang-orang Al Jaahil (kebodohan, kepicikan) dan Al Baakhil (keculasan, korupsi). Begitu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mohammad Mahfud MD menggambarkan kejumudan politik dan pemerintahan kita.

Seperti serial sinetron, tokoh-tokoh berwatak Al Jaahil dan Al Baakhil silih berganti tersaji di pentas nasional dan daerah. Ibarat penyakit, penyakit ganas bernama Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) stadiumnya sudah sangat kronis. 

Gaji kecil yang tidak mencukupi untuk hidup layak bukan lagi persolan utama bagi seseorang melakukan korupsi. Sederet nama pejabat penyelenggara negara bergaji tinggi yang terseret perkara korupsi membuktikan persoalannya bukan itu. Bancakan kekayaan negara oleh politikus korup atau koruptor lainnya malah semakin menjadi-jadi. 

Pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR RI Setya Novanto yang menjanjikan kontrak Freeport dengan cara membagikan jatah saham membuktikan legislator yang sudah bergaji tinggi justru “merendahkan” dirinya sendiri. 

Kata begawan hukum Satjipto Raharjo, korupsi itu dapat dibedakan atas korupsi konvensional dan korupsi nonkonvensional. Korupsi konvensional adalah korupsi menurut hukum pidana, yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara dengan cara melawan hukum. 

Korupsi nonkonvensional adalah perilaku koruptif dalam hidup sehari-hari, seperti arogansi kekuasaan, suka mempersulit urusan orang, suka disanjung-sanjung, sangat suka pada protokoler yang meninggikan diri, atau suka membuat orang lain yang ingin bertemu menunggu lama.

Bukalah media sosial twitter. Selama dua hari sepekan lalu, Setya Novanto menjadi bintangnya. Jadi trending topic. Ratusan kecaman terhadap politisi Partai Golkar itu terlontar. Lalu muncul tagar lelucon #PapaMintaSaham. Tagar yang berawal dari sebuah meme bertuliskan “Mama Minta Pulsa, Papa Minta Saham”. Tagar ini populer pada Selasa (17/11) dan sudah digunakan lebih dari 8.450 kali.

Tak sampai di situ, kemudian muncul petisi pemecatan Setya Novanto di laman change.org. Hingga Jumat (20/11) pukul 23.00 Wita, penandatangan petisi sudah mencapai 64.201. 

Konon kabarnya, si #PapaMintaSaham ini selalu lolos dari banyak kasus hukum karena punya sembilan nyawa. Situs KataDataNews merilis jejak kontroversi Setnov dalam pusaran sejumlah kasus dugaan korupsi, namun dia tak tersentuh hukum. Tidak ketinggalan pula pelanggaran kode etik bertemu Donald Trump, calon Presiden Amerika Serikat saat berkampanye. Belum selesai di-bully oleh netizen atas perilaku Al Jaahil dan Al Baakhil-nya, Setnov kembali banjir kecaman setelah memamerkan mobil Jaguar berpelat RI-6. 

Sebagai Ketua DPR RI dengan kekuasaan yang melekat pada dirinya, Setnov tergolong tajir. Kekayaannya mencapai Rp 141,7 miliar ditambah USD 49.150. Pundi kekayaannya tersebut berdasarkan laporan LHKPN pada 13 April 2015. Mobil Jaguar yang dipakainya untuk ngantor belum masuk dalam laporan LHKPN.

Mengapa si tuan tajir yang memiliki kekuasaan masih tergoda menggarong uang negara? “Karena penyalahgunaan kekuasaan negara sebagai short cut (jalan pintas) mengumpulkan harta,” kata Sosiolog Selo Soemarjan.

Parahnya lagi, masih menurut Selo Soemarjan, korupsi tingkat tinggi sudah menurun, menyebar dan meresap dalam kehidupan masyarakat. “Bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan menjadi kaya,” ujar Selo.

Syarif Hidayat dan Abdul Malik Gismar dalam artikelnya “Good Governance Vs Shadow State” memperlihatkan bahwa birokrasi di Indonesia masih tersandera oleh kinerja politik. Di antara belenggu politik yang ditengarai telah ambil bagian dalam “menyandera” birokrasi adalah praktik shadow state. Lalu muncullah praktik informal economy, antara lain: manipulasi kebijakan publik untuk kepentingan pengusaha, transaksi “bawah tangan” antara penguasa dan pengusaha dalam tender-tender proyek, dan pemaksaan swastanisasi aset-aset negara/daerah.

Kalau sudah seperti ini dan terus dibiarkan berlarut-larut, publik niscaya tidak akan pernah percaya terhadap layanan-layanan yang diberikan oleh birokrasi. Dagelan #PapaMintaSaham yang dipertontonkan pucuk pimpinan DPR RI semakin mengikis kepercayaan publik. 

***
Pada suatu kesempatan berdiskusi dengan mantan Ketua DPR RI Marzuki Ali, di hadapan Forum Pemimpin Redaksi Jawa Pos Group, Marzuki yang baru beberapa bulan terpilih sebagai Ketua DPR RI mengakui bahwa sebagai ketua ia memiliki pekerjaan rumah besar. PR terbesarnya adalah merebut kembali kepercayaan masyarakat. Maklum, berdasarkan hasil survei, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR tergolong rendah jika dibandingkan dengan lembaga lain. Skandal korupsi oknum anggota DPR membuat citra institusi DPR semakin terpuruk di mata publik.

Namun untuk menjawab tantangan itu, bukan tanpa hambatan. Dia mengatakan sebenarnya para politikus di parlemen mengetahui keinginan rakyat. Kendati demikian hal itu seringkali terbentur dengan berbagai kepentingan, baik ideologi maupun strategi kepentingan.

Bicara mengenai cara mempertanggungjawabkan kepercayaan pemilih, perjalanan jurnalistik seorang teman yang berkunjung ke parlemen Singapura, mungkin baik untuk dijadikan pencerahan.

Di parlemen Singapura, ada satu mekanisme yang menjamin anggota parlemen dan konsituennya tetap bersentuhan yaitu Meet-the-People Session (MPS). MPS adalah pertemuan mingguan untuk menyerap dan menyalurkan aspirasi rakyat yang amat efektif. Anggota parlemen lain – termasuk para menteri dan bahkan Perdana Menteri – bisa membuat jadwal di hari lain.

Kalau pun masalah yang dihadapi rakyat tidak segera dipecahkan, setidaknya ada jaminan bahwa perkara itu telah sampai ke penguasa. Tak ada aspirasi yang buntu. Dari MPS itu pula kelak peraturan-peraturan baru dirumuskan, kebijakan-kebijakan pro-rakyat dikeluarkan.

Boleh juga disebut praktik politik. Sebab, berlangsungnya persis seperti praktik dokter. Semua keluhan tercatat, semua terkontrol apakah nanti keluhan itu sudah diselesaikan. Petugas pencatat tidak sekadar mencatat nama dan memanggil nama-nama itu sesuai urutan. Beragam keluhan juga dicatat pada lembaran kasus. Lalu, membuat draf masalahnya.

Di parlemen Singapura setiap anggota parlemen juga memiliki staf ahli. Bedanya staf ahli di parlemen Singapura hanya berupa sukarelawan. Bersama tim relawan, setiap pekan anggota parlemen menggilir pertemuan dengan rakyat.

Menjadi anggota parlemen Singapura adalah pekerjaan penuh waktu. Seorang dokter yang terpilih sebagai anggota parlemen tidak diperbolehkan membuka praktik dokter. Keseriusan kerja anggota parlemen untuk memenuhi keperluan orang ramai, sangat menentukan seorang anggota perlemen apakah bisa bertahan atau terpental. Pertanyaannya, masih adakah politisi berwatak Al Daakhil (pendobrak, penakluk) kejumudan politik? (*)

Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: